Tema hari keenam tantangan menulis kali
ini adalah menceritakan tentang hal di mana aku pernah membanggakan sesuatu
sementara orang lain justru meremehkan.
Dan inilah ceritaku....
#tsaaaah
Selepas SMA, aku memilih berkuliah di
jurusan Sastra Indonesia. Aku senang bisa belajar banyak hal baru di dunia
sastra, linguistik, dan filologi. Memang sih beberapa orang di sekitar
mencibir. “Ngapain kuliah di Sastra Indonesia? Bukannya dari SD sampai SMA udah
belajar bahasa Indonesia?” Sungguh cibiran yang dangkal. Menurut mereka,
jurusan yang aku pilih bukanlah jurusan yang memiliki prestise tinggi.
Belum lagi selentingan-selentingan lain
yang dilontarkan oleh orang-orang berpendidikan. “Mau kerja apa kamu? Kenapa enggak
ambil jurusan guru bahasa Indonesia saja?” Benar-benar pandangan yang hanya dilakukan
dari sebelah mata.
Aku berusaha untuk tidak mengikuti
letupan-letupan api yang dapat menggosongkan hati. Tetap kulalui proses kuliah
dengan kadang tak masuk karena aktivitas di organisasi. Walhasil, aku bisa
lulus tepat waktu dengan skripsi yang tak sempurna seputar psikolinguistik.
Tak banyak yang tahu bahwa lulusan
Sastra Indonesia dapat nyangkut di perusahaan dan instansi yang dilirik banyak
orang. Entah sebagai ilmuwan, akademisi, maupun praktisi.
Setelah lulus, aku tetap bangga pernah
menjadi mahasiswa Sastra Indonesia. Bangga menjadi sarjana Sastra Indonesia.
Apa pun itu, karena itu pilihanku.
Pernah suatu hari aku sedang makan siang
di kedai kampus. Ada banyak mahasiswa FISIP, Ekonomi, dan Hukum. Memang
sekumpulan kedai yang kudatangi siang itu dekat dengan gedung ketiga fakultas
tersebut. Di belakangku ada sekumpulan mahasiswi yang berbincang, “Itu
mahasiswa dari luar negeri kenapa enggak memilih kedokteran atau komunikasi
saja, ya? Malah ambil sastra”.
Wow, memang saat itu aku bangga banget.
Ada beberapa mahasiswa dari Vietnam, Australia, terus mana lagi lupa, yang
belajar bersama denganku di kelas. Belajar linguistik dan sastra. Mahasiswa
darmasiswa. Angkatanku yang pertama kali tersenggol program itu. Para mahasiswa
itu datang ke Indonesia memang untuk belajar bahasa dan budaya Indonesia. Lha
kok ya masih saja ada yang seolah-olah menyayangkan, ‘hanya’ belajar di sastra.
Jurusan apa pun itu, yang penting bisa
enjoy, sesuai passion, melewati segala proses, dan bisa meraup segala nilai
yang ada di dalamnya, maka semuanya akan menjadi nikmat.
Beri cambukan kepada diri sendiri untuk
menepis segala pernyataan yang meremehkan, contohnya menambah skill, karya, dan
jejaring (walah ini malah ke mana-mana).
Yasudahlah, mari kita bergerak dan
berkarya saja teman-teman.
Komentar
Posting Komentar