Hamengku Gati meradang,
memandang malam dengan daun pintu yang benderang.
Kesayuan bergelayut mesra di antara retina,
mengecap kesenduan di dalam rinai doa.
Kembarmayang digadang-gadang.
Gejolak menimang wahyu perjodohan,
untuk menemani sang putri bebrayan.
Gending menderu merdu,
mengalun memanggil Kalpataru,
meminta sulaman Dewadaru-Jayadaru terselesaikan.
Bidadari menerobos jagad,
berselendangkan wewangian alam.
Menunduk titah Sang Bathara Guru,
merangkai untaian dua sekar adhi,
kembar putera puteri.
Sekar mancawarna penuh tebusan.
Sepasang daun sirih pengikat tikar jaman,
lokapana, lokamadya, lokabaka.
Lahir, tumbuh, mati.
Pengingat waktu kesempatan dari ilahi.
Dua jejaka meluruhkan kesombongan,
Mengapit dhomas meretas malam.
Merayu sang Kembarmayang,
membumbung, merasuki taman-taman.
Dhandhanggula bersemayam,
meretas kebisuan para kenya perawan.
Menggamit cengkir gading,
Melempit sindur, melebarkan bangun-tulak.
Kembarmayang di perempatan jalan,
terbuang penuh kemuliaan.
Pulang ke bumi, merindui ibu pertiwi.
Mengemban penumpasan hawa keburukan.
Puisi ini diikutkan pada tantangan #BunyiPuisi pada Kampus Fiksi
memandang malam dengan daun pintu yang benderang.
Kesayuan bergelayut mesra di antara retina,
mengecap kesenduan di dalam rinai doa.
Kembarmayang digadang-gadang.
Gejolak menimang wahyu perjodohan,
untuk menemani sang putri bebrayan.
Gending menderu merdu,
mengalun memanggil Kalpataru,
meminta sulaman Dewadaru-Jayadaru terselesaikan.
Bidadari menerobos jagad,
berselendangkan wewangian alam.
Menunduk titah Sang Bathara Guru,
merangkai untaian dua sekar adhi,
kembar putera puteri.
Sekar mancawarna penuh tebusan.
Sepasang daun sirih pengikat tikar jaman,
lokapana, lokamadya, lokabaka.
Lahir, tumbuh, mati.
Pengingat waktu kesempatan dari ilahi.
Dua jejaka meluruhkan kesombongan,
Mengapit dhomas meretas malam.
Merayu sang Kembarmayang,
membumbung, merasuki taman-taman.
Dhandhanggula bersemayam,
meretas kebisuan para kenya perawan.
Menggamit cengkir gading,
Melempit sindur, melebarkan bangun-tulak.
Kembarmayang di perempatan jalan,
terbuang penuh kemuliaan.
Pulang ke bumi, merindui ibu pertiwi.
Mengemban penumpasan hawa keburukan.
Puisi ini diikutkan pada tantangan #BunyiPuisi pada Kampus Fiksi
Komentar
Posting Komentar